Periklanan
1.
Pengertian Periklanan (Advertising)
Periklanan (Advertising) adalah
suatu bentuk komunikasi dengan tujuan mengajak orang yang melihat, membaca atau
mendengarnya untuk melakukan sesuatu. Promosi mencakup nama produk atau layanan
serta bagaimana produk dan layanan tersebut dapat memberikan manfaat bagi
pembeli dalam rangka untuk mengajak calon pembeli yang memiliki potensial untuk
membeli atau mengkonsumsi produk tertentu.
2.
Sejarah
Periklanan hingga saat ini
Kita sering melihat iklan yang unik, lucu, ataupun kadang menjadi hal
yang aneh untuk dilihat. Teknologi yang semakin canggih dapat menunjang para
konseptor iklan menjadi semakin mudah dan leluasa dalam merealisasikan ide-ide
mereka untuk membuat berbagai macam iklan dengan desain yang diinginkan. Iklan
saat ini sudah menjadi hal yang sangat wajib untuk para pengusaha mempromosikan
produk mereka, pemerintah menginfokan iklan layanan masyarakat, untuk
menginformasikan sebuah acara, ataupun hal-hal lainnya. Iklan atau advertising sebenarnya
sudah ada sejak zaman dulu. Advertising dilakukan dalam berbagai bentuk
“mempublikasikan” berbagai peristiwa (event) dan
tawaran (offers). Metode iklan pertama yang dilakukan oleh manusia
sangat sederhana. Pemilik barang yang ingin menjual barangnya akan berteriak
menawarkan barangnya pada pengunjung yang masuk ke kota tersebut. Iklan sudah
dikenal manusia dalam bentuk pesan berantai yang bentuknya
pengumuman-pengmuman. Pesan berantai itu disampaikan dari mulut ke mulut untuk
membantu kelancaran proses jual-beli.
Iklan tertulis mulai ditemukan pada masa
Babylonia 3000 SM berupa kepingan tanah liat (clay tablet) bertuliskan prasasti
tentang dealer salep (ointment dealer), juru tulis (scribe) dan pembuat sepatu.
Peninggalan Mesir dan Yunani Kuno berupa pengumuman-pengumuman di dinding dan
naskah di daun papirus, memberikan pengumuman tentang datangnya kapal pembawa
anggur, rempah-rempah, logam, barang-barang dagangan baru, acara-acara
(pertarungan gladiator) yang bakal digelar, budak yang lari dari
tuannya. Orang-orang Roma mengecat dinding untuk mengumumkan perkelahian
gladiator. Iklan pada jaman ini hanya berupa surat edaran. Karena masih
banyak yang buta huruf, pengumuman-pengumuman itu dibacakan oleh tukang teriak
(town crier) yang biasa didampingi pemain musik.
Terakota Yunani dan Romawi Kuno sudah
digunakan untuk mengumumkan lost & found. Di reruntuhan kota Pompeii
terdapat tanda-tanda di terakota yang mengiklankan apa yang dijual di toko :
danging sapi (row of hams), sapi penghasil susu, kulit untuk sepatu. Disaping itu juga ditemukan bukti-bukti adanya
pesan-pesan politik. Orang-orang Ponosea melukis gambar untuk
mempromosikan perangkat keras mereka di batu-batu besar di sepanjang jalur
parade. Di Pompei misalkan, banyak lukisan seorang tokoh
politisi dan meminta dukungan suara dari masyarakat. Di Perancis, traditional
advertising sudah marak tahun 550 Sebelum Masehi untuk
mengiklankan kaum negro sebagai budak.
Pada zaman Julius
Caesar di eropa banyak toko dan penginapan yang sudah pakai tanda, papan nama,
atau simbol, untuk membantu mereka yang buta huruf. Misalnya
penginapan dengan simbol Man in The Moon, Three Squirrels, Hole in The Wall.
Untuk ribuan tahun-tahun awal, orang beriklan untuk mempromosikan dua hal,
tempat dan jasa. Iklan di bawah ini adalah contoh pertama. Begitu juga plang di
depan kedai minum dan penginapan. Demikian pula berbagai gambar di batu
cadas(rock paintings) di berbagei situs lama di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
menunjukkan kehadiran “iklan” di masa lalu.
Masa setelah ditemukannya mesin
cetak
Penemuan mesin cetak
Gutenberg 1450 meningkatkan angka melek huruf sehingga merangsang orang untuk
berbisnis iklan. Periklanan jadi bisnis massal. Bentuk
awalnya berupa poster,handbill (selebaran), dan iklan baris (classified) di
surat kabar. Pada tahun 1472 William
Caxton di London mencetak iklan berbahasa Inggris pertama berupa selebaran
(handbill) berisi tuntunan keagamaan tentang perayaan paskah (rules for the
guidance of the clergy at easter). Versi lain mengatakan iklannya berupa
penjualan injil (prayer book). Awal abad 16 dan 17 yang banyak ditampilkan
adalah iklan tentang budak belian, kuda buku, obat. Sebagai bentuk printed
advertising, periklanan berkembang di awal abad 15-16. Beberapa waktu
kemudian mulai muncul metode iklan dengan tulisan tangan dan dicetak di kertas
besar yang berkembang di Inggris. Iklan pertama yang dicetak di Inggris
ditemukan pada Imperial Intelligencer Maret 1648.
Pada tahun 1622 Surat kabar terbit di
Inggris terbit untuk pertama kalinya,The Weekly News kemudian disusul The
Tattler yang terbit tahun 1709 dan The Spectator yang terbit pada 1711. Ketiga
Koran ini merupakan media cetak yang membawa lembaran iklan secara piggy-back. Pada tahun 1655 istilah
iklan (advertisement) muncul pertama kali dalam injil untuk menunjuk istilah
“peringatan”/“pemberitahuan” (warning/ notification). Pada tahun 1660 mulai istilah itu dipaka untuk keperluan
informasi komersial (commercial information), khususnya oleh para saudagar
toko.Pesan-pesan iklan lama kehalaman semakin simple dan inovatif sejak tahun
1700 dan 1800-an. Pada tahun 1690 lahir
Public Occurencs Both Foreign and Dometic, Koran (tidak harian) pertama di
Amerika hanya membuat satu berita (issue).
Periklanan secara nyata mulai menunjukkan
kemajuan di awal abad 17 di Inggris untuk mempromosikan buku dan Koran yang
mulai berkembang. Pada abad ke-17 di Inggris, pesan-pesan komersial masih
berbentuk poster atau selebaran lepas yang dikirim dalam lipatan surat
kabar. Produk yang paling banyak diiklankan
pada masa ini adalah buku dan obat-obatan. Pada tahun 1704 Boston Newsletter, koan AS pertama yang muat
iklan, berupa tawaran hadiah bagi yang bisa menangkap pencuri baju.
Iklan-iklan media
cetak pada abad 18 umumnya ditunjukan pada sasaran pembaca di Eropa yang
menyebutkan adanya tanah-tanah garapan yang menantang untuk masa depan di
Amerika. Salah satunya iklan ada tanah 150 ha di Philadelphia. Pada tahun 1729 Iklan
pertama di surat kabar “ Pennysilvania Gazette” yang terbit di Amerika Serikat.
Amerika waktu itu masih menjadi wilayah jajahan Inggris, dan surat kabar yang
didirikan oleh Benjamin Franklin itu berhasil mencapai tiras tertinggi serta
pendapatan iklan terbesar pada masanya.
Pada tahun 1740 poster cetak
outdoor pertama muncul di London (disebut “hoarding”).
Pada tahun 1776 muncul
iklan proklamasi kemerdekaan AS di Pennsylvania Evening Post and Daily
Advertiser, Koran yang terbit secara harian pertama di AS.
Ketika aktivitas perekonomian mulai
meningkat diberbagai penjuru dunia, di abad 18-an, di Amerika Serikat,
periklanan mulai mendapat perhatian besar. Beberapa toko di Eropa mulai
berfungsi sebagai agen yang mengumpulkan iklan untuk surat kabar. Bisa jadi
Sears catalog menjadi inspirasi bagi lahirnya iklan display di media cetak.
Sears adalah pelopor rantai toko (chain stores) di A.S yang kemudian berkembang
menjadi department stores. Kehadiran Sears yang menjual berbagai
barang secara lengkap menggantikan toko-toko serupa berskala kecil yang pada
waktu itu disebut dengan mercantile.
Untuk memudahkan pelanggan, karena pada
masa itu transportasi masih terbatas, Sears menerbitkan katalog tentang semua
barang yang dijual dan para langganan dapat memesan melalui pos (mail
order). Setiap barang yang ditawarkan
ditampilkan secara menarik dengan foto-foto dan gambar-gambar yang atraktif.
Begitu populernya Sears Catalog di masa lalu, sampai-sampai ia disebut sebagai
Injil Petani (Farmers Bible)
Tampilan dan peragaan
produk seperti di Sears Catalog itulah yang kemudian dijumpai di berbagai surat
kabar dan majalah di Amerika Serikat, serta kemudian menyebar ke seluruh dunia.
Di masa kini penampilan seperti itu sering disebut sebagai display advertising
(iklan komersial). Pada abad ke-19 mulai dikenal pembelian ruang iklan melalui
agen perseorangan (menyalurkan lagi ke perusahaan periklanan). Pada masa
dinasti Edo di Jepang, awal abad-19 selebaran yang didistribusikan bersama
surat kabar juga banyak membawa pesan-pesan komersial, khususnya tentang
obat-obatan. Pertumbuhan ekonomi dunia yang mulai bergerak pesat pada awal abad
ke-19 akhirnya memicu hadirnya iklan di surat kabar amerika Serikat, beberapa
surat kabar mulai memuat pesan-pesan singkat tentang produk, tampil dengan
huruf-huruf kecil di dalam kotak, di antara berita dan Tulsan lain. Iklan yang
saat ini disebut sebagai classified advertisement ini mempromosikan berbagai
jenis barang dan jasa. Advertising modern sendiri yang mulai berkembang tahun 1960an,
jauh berbeda dengan advertising masa lampau. Pada tahun ini, periklanan
menemukan bentuknya yang modern dengan karya-karya kreatif yang menakjubkan.
Perintis iklan dengan landasan karya kreatif yang digarap secara apik ini
dipelopori oleh seri iklan mobil kodok volkswagen yang
menampilkan judul-judul seperti “Think Small“ dan “ Lemon.“
Iklan-iklan Volkswagen inilah yang meletakkan dasar positioning
dan uniqe sallingproposition (USP) dalam periklanan yang masih
dipegang hingga kini. Konsep ini mengikat (associate) setiap brand dengan satu
sspesific idea yang khas yang menancap di benak konsumen.
Di akhir 1980 dan awal 1990 memperlihatkan
kemunculanTv Kabel dan MTV, sebagai bagian darinya. Sebagai Pionir dalam konsep
musik-video, Pelayanan MTV merupakan sebuah tipe periklanan yang baru. Konsumen
lebih menyimak pesan yang diiklankan MTV dibandingkan dengan membeli setelah
mendapat informasi dari media lain. Saat tv kabel dan tv satelit mengalami
peningkatan secara umum, beberapa saluran berada di posisi puncak, termasuk
saluran yang seluruh durasinya berisi iklan seperti QVC, Home Shopping Network,
dan Shop Tv.
Sejarah Periklanan Indonesia
Setelah sejarah periklanan di dunia, kita
dapat melihat dampaknya melalui sejarah periklanan yang dialami bangsa kita sendiri.
Awal mula pemanfaatan iklan di Hindia Belanda dimulai dari penggunan teknologi
percetakan. Percetakan mulai dikenal saat Belanda datang. Tahun 1602 para
pedagang besar dan penguasa belanda bergabung dalam organisasi dagang VOC (
Verenigde Nederlandsche Oost-Indische Compagnie). Kesadaran akan pentingnya
pers membuat VOC, dan para misionaris mendatangkan percetakan. VOC
menggunakannya untuk mencetak peraturan sedangkan misionaris untuk menerbitkan
litertur agama dalam bahasa daerah.
Pada tahun
1615 terbit sebuah berkala dengan tulisan tangan, Memorie De Nouvelles. Sejak
abad ke-16 Belanda merupakan pusat penulisan silografi (tulisan tangan indah)
di Eropa. Tulisan tangan ini dipergunakan oleh Jan Pieterzoon Coen, pendiri
Batavia dan Gubernur Jendral Hindia Belanda tahun 1619-1629, untuk mengirim
berita kepada pemerintah setempat di Ambon dalam , Memorie De Nouvelles. Tulisan
tangan yang indah tersebut ternyata refleksi dari naluri bersaing pemerintah
Hindia Belanda dengan Portugis. Coen “menulis” iklan untuk melawan perdagangan
portugis. Jan Pieterzoon Coen dianggap sebagai perintis penggunaan iklan di
Hindia Belanda.
Isi tulisan Coen berupa kutipan
surat-surat, salinan berita surat kabar yang terbit di Eropa,
peraturan-peraturan penting, dan sebagainya. Lebih dari satu abad setelah Jan
Pieterzoon Coen meninggal, tulisan tangannya diterbitkan kemali di suratkabar bataviasche
Nouvelles yang merupakan surat kabar pertama yang diterbitkan pada masa
Gubernur Jenderal Gustaaf Willem ‘Baron Van Imhoff pada 8 Agustus 1744. Surat
kabar tersebut dapat dikatakan sebagai lembaran iklan, karena sebagian besar
yang dimuat adalah iklan perdagangan, pelelangan, dan pengumuman-pengumuman
penting pemerintah VOC. Dengan demikian, iklan yang dimuat merupakan iklan
pertama di Hindia Belanda. Hal ini menunjukan bahwa surat kabar dan iklan lahir
bersamaan, sejak itu pula penerbitan pers bermunculan yang disertai dan
disokong dengan iklan.
Bataviasche Nouvelles yang berorientasi
pada iklan tersebut tampaknya membuat khawatir dewan direktur VOC. Mereka takut
pesaing Eropa akan memanfaatkan informasi tentang kondisi perdagangan di Hindia
Belanda, yang hal tersebut bisa mengganggu monopoli VOC. Bataviasche Nouvelles
akhirnya berhenti terbit pada 20 Juni 1746 meski baru 2 tahun beroperasi.
Kabutuhan akan media informasi untuk
mempublikasikan berita pelelangan yang diselenggarakan VOC sudah tidak
terelakan lagi, pada tahun 1776 pemerintah memberi izin L. Dominicus, seorang
ahli percetakan di Batavia, untuk menerbitkan sebuah surat kabar. Kemudian
lahirlah surat kabar mingguan Het Vendunieuws ( berita lelang). Semua
pelelangan yang diselenggarakan oleh perusahaan dagang di bawah naungan VOC
diiklankan secara gratis di surat kabar tersebut, sementara di luar perusahaan
VOC dikenakan biaya.
Pada 31 Desember 1799, VOC secara resmi
dialihkan kepada Bataafse Republiek ( pemerintahan Belanda di bawah
kependudukan Prancis ). Het Vendunieuws menghentikan penerbitannya pada 1809.
Kemudian Gubernur Jenderal Herman Willemo Daendels menerbitkan Bataviasche
Koloniale Courant, yang digunakan untuk menyiarkan semua tindakan
pemerintah sejauh yang menyangkut kepentingan umum. Edisi pertama terbit pada
15 Januari 1810. Kemudian Bataviasche Koloniale Courant tutup persis
seminggu sebelum armada Inggris menaklukan Batavia pada 1811. Pada 29 Februari
1812 pemerintah Inggris menerbitkan surat kabar mingguan Java Gouverment
Gazette yang dicetak oleh A.H Hubbard. Surat kabar ini berisi tentang
perseteruan Inggris dan Belanda, berita-berita dari Eropa, dan berbagai artikel
tentang kehidupan dan adat istiadat anak negeri. Inggris berkuasa hingga tahun
1816 selanjutnya Java Gouverment Gazette berganti nama menjadi Bataviasche
Courant yang terbit pada 20 Agustus 1816.
Selain di Batavia, ada beberapa surat kabar
lainnya yang terbit. Surat kabar minguuan Soerabayasche Courant di Surabaya,
yang empat tahun kemudian menjadi surat kabar harian. Di Semarang, E. Herman de
Groot menerbitkan surat kabar mingguan Semarangsch Nieuws en Advertentiebald
tahun 1845, kemudian berganti nama menjadi De Locomotief dan terbit sebagai
harian. De Locomotief merupakan surat kabar yang mempunyai pengaruh yang besar
bagi pembaharuan politik kolonial.
Iklan Media
Pertama
Pemanfaatan iklan sudah lama dikenal oleh
pengelola surat kabar. Surat kabar Bintang Timoor ( Sumatra) telah menggunkan
iklan untuk meluncurkan produknya. Pada penerbitan pertama pada 4 Januari 1865.
Selain iklan, bagaimana meraih banyak pelanggan juga tak dikesampingkan oleh
para penerbit, tak jarang persaingan sengit sering terjadi antara surat kabar.
Contohnya dapat kita lihat antara Biang-Lala dan Mataharie.
Biang-Lala adalah surat kabar mingguan
missionaris yang terbit di Batavia pada 1867 dengan menggunakan bahasa Melayu.
Biang-Lala sesungguhnya telah menggunakan ilustrasi cukilan kayu, dan
menjadikannya koran anak negeri pertama yang bergambar. Biang lala mempunyai
citra sebagai alat missionaris, oleh karena itu ia tidak bisa mendapatkan
banyak pelanggan.
Keberadaannya kemudian mendapat saingan
dari Mataharie. Diterbitkan Bruining dan Wijt di Batavia pertengahan 1868, dan
dipimpin oleh Henry Tolson. Mataharie mendapat dukungan kuat dari pengiklan di
Batavia. Surat kabar ini memuat semua jenis iklan tanpa membebankan biaya
apapun untuk menyaingi Biang-Lala.
Surat kabar Bumi putera yang memanfaatkan
iklan sebagai penunjang pemasaran adalah Tjabaja Siang. Surat kabar ini terbit
bulanan di Minahasa (Sulawesi Utara) tahun 1868. Surat kabar ini berisi tentang
orientasi agama Kristen.
Brosur-Brosur
Pertama
Pertumbuhan iklan di Hindia Belanda sangat
dipengaruhi oleh modal swasta yang masuk ke perkebunan dan pertambangan pada
tahun 1870. Javaasche Bank menggunakan barang-barang cetakan untuk mengundang
modal asing ke Hindia Belanda. Brosur dan Buklet perkenalan mereka umumnya
dicetak di percetakan G.C.T. van Dorp & Co, percetakan komersial pertama di
Hindia Belanda yang mempunyai rumah cetak di Jakarta, Semarang, dan Surabaya.
Selain brosur, perusahaan-perusahaan komersial juga menggunakan media periklanan.
Untuk menarik perhatian, mulai menggunakan iklan display. Iklan display
pertama, menggunakan kekuatan bahasa gambar dalam rancangan desain grafis,
adalah iklan pelayaran Nederlandsch-Indische Stoomvart Maarschappij yang dimuat
di De Locomotif pada 20 Oktober 1870.
Biro Reklame sebagai Agen Distribusi Produk
Biro reklame pertama yang dimiliki oleh
keturunan Tionghoa adalah NVljong Hok Long pada 1901 yang kemudian diikuti oleh
Bureau Rekiame Lauw Djin — keduanya berdomisili di Solo. Selanjutnya disusul
oleh biro-biro reklame di Semarang seperti Liem Eng Tjang & Co.,Tjioe Twan
Ling, dan Ko Tioen Siang.Tjong Hok Long dan Lauw Djin awalnya sering
memproduksi iklan-iklan batik yang tergabung dalam perusahaan Kong Sing. Modal
maupun peralatan produksi biro-biro reklame ini masih sangat sederhana.
Iklan-iklan yang dihasilkan umumnya tetap menggunakan tulisan tangan, dan
produk-produk yang diiklankan terbatas pada kebutuhan masyarakat sehari-hari,
seperti batik, sabun,rokok, dan obat-obatan.
Rintisan Biro Reklame Bumiputera
Kemunculan biro reklame
milik bumiputera diawali dan kemunculan klien-klien
perusahaan rokok dan batik. lklan-iklan mereka bahkan cukup maju
karena telah berhasil menampilkan unsur persuasi yang sejajar dengan kebutuhan
informasi produk. Khususnya karena masa itu banyak orang belum menyadari bahwa
unsur informasi bagi konsumen sama penting dengan unsur persuasi bagi produsen.
Dengan perkataan lain, ciri iklan adalah lebih menjadikannya sebagai sarana
informasi, akibat tidak adanya akses informasi lain tentang produk atau
produsen yang dapat diperoleh masyarakat.
Biro reklame bumiputera yang pertama adalah
Medan Prijaji mluk R.M.Tirtoadisoerjo, yang menangani produk rokok dan batik.
Tetapi biro reklame yang terkenal adalah NV Hardjo Soediro. NV Hardjo Soediro
yang sering mena-ngani produk rokok merancang iklan berikut ini untuk
suratkabar SinarHindia, 20 Juli 1916:
Rokok Kiobot.
Selarnanja selaloe sedia Rokok-Kiobot bikinan Djokja. Klobotnja terpilih jang moeda dan manis bikinan rapi, boleh dapet dan ternbaco Kedoe dan siloek No. I.
1.000 batang model pandjang harga f 2, 1.000 batang model pendek harga 11,60. Lain onkost kirim.
Pesenan 5.000 batang dikirirn franco, boleh kirim oewang lebih doeloe atawa rembours.
Toenggoe pesenan N.y Hardjo Soediro Djojonegaran, Djogja
Selarnanja selaloe sedia Rokok-Kiobot bikinan Djokja. Klobotnja terpilih jang moeda dan manis bikinan rapi, boleh dapet dan ternbaco Kedoe dan siloek No. I.
1.000 batang model pandjang harga f 2, 1.000 batang model pendek harga 11,60. Lain onkost kirim.
Pesenan 5.000 batang dikirirn franco, boleh kirim oewang lebih doeloe atawa rembours.
Toenggoe pesenan N.y Hardjo Soediro Djojonegaran, Djogja
Ciri iklan-iklan yang sekadar meringkas
informasi tidak terlepas dan struktur masyarakat dan situasi sellers
market (pembeli mencari barang) di masa itu. Lebih-lebih lagi,karena
hampir seluruh produk kebutuhan sehari-hari masyarakat,dari sabun hingga mobil,
diimpor dari Eropa, khususnya dan Negeri Belanda.
Persatuan
Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI)
Asosiasi perusahaan periklanan yang pertama
berdiri di Indonesia pada tahun 1949 dengan nama Bond van Reclame Bureaux in
Indonesia atau dalam bahasa Indonesia disebut Persatuan Biro Reklame Indonesia
(PBRI). Nama resminya justru yang berbahasa Belanda, karena pada waktu itu
sebagian besar pelaku di industri periklanan adalah orang-orang Belanda maupun
keturunan Belanda. Demikian juga para pengurusnya adalah orang-orang belanda dan
keturunannya. Baru setelah PBRI diketuai oleh orang Indonesia, Muh.Napis,maka
pada tahun 1957 diputuskan perhgantian namanya resmi menjadi PBRI. Dengan nama
baru itu juga dilekukan penyesuaian istilah dari “perserikatan” menjadi
“persatuan”.
Napis adalah seorang tokoh periklanan
Indonesia yang ternyata berhasil memimpin PBRI secara terus-menerus hingga
memasuki dasawarsa 1970-an. Napis sendiri ternyata sudah jenuh menjadi Ketua
PBRI selama belasan tahun, dan menganggap bahwa situasi seperti itu dapat mengarah
kepada hal-hal yang tidak demokratis.
Pada tahun 1971, Napis menyelenggarakan
referendum di antara anggota PBRI untuk memilih ketua yang baru, di samping
juga meminta usulan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, serta
usulan perubahan kebijakan dan strategi. Namun, ternyata referendum itu tidak
membuahkan hasil yang diharapkan. Napis tetap secara aklamasi diterima sebagai
ketua PBRI.
Pada tahun 1972, Pemerintah Republik
Indonesia tiba-tiba merasa perlu untuk mengatur industri periklanan. Harsono
yang ketika itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika
(Dirjen PPG) Departemen penerangan, memprakarsai diselenggarakannya Seminar
Periklanan-forum nasional resmi pertama yang diselenggarakan di Indonesia untuk
membicarakan arah industri periklanan. Seminar ini diseenggarakan di restoran
Geliga, Jalan wahid Hasyim, Jakarta Pusat, dengan ketua penyelenggaraan H.G.
Rorimpandey, Ketua Umum Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) yang ketika itu juga
Pemimpin Umum Harian Sinar Harapan.
Dalam kesempatan itu pemerintah menyatakan
bahwa PBRI adalah satu-satunya wadah perusahaan periklanan yang diakui
Pemerintah Republik Indonesia. Pernyataan ini tampaknya didorong oleh kenyataan
telah hadirnya berbagai perusahaan periklanan yang disponsori pihak asing, dan
tidak merasa berkepentingan untuk menjadi anggota PBRI. Sekalipun pada tahun
1970 Menteri Perdagangan Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo telah menerbitkan
surat keputusan yang melarang kehadiran perusahaan periklanan asing di
Indonesia, namun kenyataannya praktik “Ali Baba” tetap menghadirkan banyak
negara asing di industri periklanan Indonesia. Pernyataan Pemerintah itu
membuat hampir semua perusahaan periklanan yang baru didirikan sekitar 1970-an
kemudian mendaftar-kan diri menjadi anggota PBRI.
Seminar periklanan itu juga memuncukan
napas dan harapan baru akan munculnya generasi modern periklanan Indonesia.
Keinginan untuk berorganisasi secara serius pun mulai tampak hidup. Napis pun
semakin berharap bahwa penggantinya akan segera muncul.
Kebetulan, pada tahun 1972 itu juga
berlangsung Asian Advertising Congress (AAC) VIII di Bangkok. Masih dengan
semangat Seminar Periklanan, beberapa tokoh periklanan Indonesia pun segera
berangkat menghadiri kongres tersebut. Mereka antara lain adalah: Christian
Wibisono, Ken Sudarto, Sjahrial Djalil, Ernst Katoppo, Abdul Moeid Chandra,
Jacoba Muaja, Usamah, dan Yo Wijayakusumah. Tidak tanggung-tanggung, delegasi
Indonesia pada waktu itu secara nekat juga menawarkan diri untuk menjadi tuan
rumah AAC IX pada tahun 1974. hebatnya lagi, usulan itu ternyata diterima.
Pertumbuhan pesat industri periklanan Indonesia tentulah menjadi faktor
pembobot yang menghasilkan keputusan itu.
Semangat untuk menjadi tuan rumah Aac IX
itulah yang membuat insan periklanan Indonesia semakin membulatkan tekad untuk
berorganisasi secara rapi. Pada tanggal 20 Desember 1972, bertempat di restoran
Chez Mario milik Muhammad Napis di jalan Ir. H. Juanda III/23, jakarta Pusat,
diselenggarakan Rapat Anggota PBRI. Rapat itu juga dihadiri Direktur Bina Pers
dari Direktorat Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika Departmen Penerangan, Drs.
Tjoek Atmadi. Rapat itu mengagendakan pemilihan pengurus baru, serta membahas
kemungkinan dibentuknya sebuah asosiasi periklanan dengan visi dan lingkup yang
lebih luas. Abdul Maeid Chandra, seorang putra Madura aktivis PBRI yang
memiliki stasiun radio Trinanda Chandra dan perusahaan perilanan dengan nama
yang sama, akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum. Di jajaran pengurus tercatat
beberapa orang tokoh periklanan Indonesia, seperti: Savrinus Suardi, Usamah,
Sjahrial Djalil, dan Yo Wijayakusumah. Mereka adalah muka-muka baru yang
sebelumnya bukan merupakan aktivis PBRI.
Rapat Anggota juga menyepakati pembubaran
PBRI dan pembentukan asosiasi yang baru dengan nama Persatuan Perusahaan
Periklanan Indonesia (PPPI). Dengan pembentukan PPPI, secara resmi hilang pula
istilah ”biri reklame” yang berbau kebelanda-belandaan, digantikan dengan
istilah yang lebih sesuai dengan tuntutan zaman: ”perusahaan periklanan”. Desakan
untuk mengganti istilah ”biro reklame” juga didasari pada kenyataan bahwa
tukang pembuat stempel di pinggir jalan pun menyebut diri mereka sebagai biro
reklame. Pada saat didirikan, PPPI beranggotakan 30 perusahaan periklanan.
Sahrial Djalil AdForce menyumbangkan logo bagi asosiasi yang baru itu. PPPI
juga segera merumuskan Anggaran Dasar serta Anggaran Rumah Tangga yang baru
untuk menampung aspirasi periklanan modern.
3.
Fungsi dan
tujuan Periklanan
Kegiatan
promosi atau yang biasa disebut dengan Advertising mempunyai
tujuan khusus, yaitu untuk membujuk, mempengaruhi dan menginformasikan serta
mengingatkan seorang pengguna (pelangggan) tentang perusahaan ataupun berbagai
produk/jasa yang dimilikinya.
Intinya promosi dilakukan untuk
memperkenalkan atau menginformasikan suatu produk/jasa kepada konsumen, setelah
konsumen (pelanggan) mengetahui produk tersebut, diharapkan konsumen dapat
terpengaruh serta terbujuk sehingga beralih ke produk/jasa yang dipromosikan
tersebut.
Dalam melakukan periklanan / promosi
diketahui ada beberapa karakteristik didalamnya, yakni:
ü Suatu bentuk
komunikasi yang berbayar.
ü Nonpersonal
komunikasi.
ü Menggunakan
media massa sebagai massifikasi pesan.
ü Menggunakan
sponsor yang teridentifikasi.
ü Bersifat
mempersuasi khalayak.
ü Memiliki
tujuan untuk meraih audiens sebanyak-banyaknya.
Daftar
Pustaka
Ø 1.
PPPI.
1993. Reka Reklame. Jakarta : PT Agromedia Pustaka.
Ø 2.
Winarno,
Bondan. 2008. Rumah Iklan. Jakarta : PT Gramedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar